Senin, 09 September 2019

Peternak Ayam Kembali Menangis Karena Impor Oleh Pemerintah

Kalahnya Indonesia dalam hadapi tuntutan Brasil ke World Trade Organization (WTO) membuat RI harus buka lebar-lebar keran import ayam buat negeri penghasil kopi itu.
Kekalahan Indonesia atas Brasil itu berawal dari tuntutan Brasil yang didaftarkan ke WTO pada 2014 yang lalu. Pemerintah juga diwajibkan merubah ketetapan import lewat dua ketentuan spesial, yakni Permendag Nomer 65 Tahun 2018 serta Permentan Nomer 23 Tahun 2018.
Sekretaris Jenderal Kombinasi Organisasi Entrepreneur Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi menjelaskan, dibukanya keran import ayam Brasil ke RI meneror peternak unggas dalam negeri.
"Pengaruhnya besar. Kekuatan keberlanjutan usaha rakyat terancam, sebab kita (peternak) belum dapat berproduksi semurah Brasil. Ada ketinggalan pindah teknologi di kandang-kandang rakyat serta harga pakan Day Old Chick (DOC) atau anak ayam usia satu hari tidak kompetitip/mahal.
Sugeng juga meneruskan, dari aktor usaha, mereka mengharap supaya ada pemercepatan upgrade (perbaikan) kandang dari Pemerintah. Ini hanya supaya ayam dalam negeri bersaing dengan ayam serangan asing.
"Harus ada pemercepatan upgrade kandang, buat peternak rakyat yang sampai kini open jadi semi kekinian. Sebab masalah sampai kini kan pembiayaan, ini yang perlu dipikir.
Penurunan harga pakan supaya peternak dalam berbudidaya memiliki biaya tambah murah, hingga memiliki potensi bersaing. Bila dua ini tidak teratasi karena itu kehadiran peternak rakyat terancam," lanjut ia.
Ia juga memperjelas, tidak hanya dari pertolongan perbankan, peranan Pemerintah untuk jaga ayam dalam negeri supaya masih bersaing harus dikerjakan dengan kontinue.
"Dari Pemerintah belumlah ada (program upgrade) serta ini wajar untuk diserahkan. Sebab jika dengan bank, semasing individu peternak telah ada. Pinjam untuk perbaikan kandang atau upgrade cuma bunganya tinggi. Peranan pemerintaah diinginkan.
Berita anjloknya harga ayam di peternak nyatanya tidak punya pengaruh di pasar tradisionil. Berdasar pengamatan Liputan6.com, harga daging ayam masih konstan di rata-rata Rp 35 ribu per kg (kg) atau tidak jauh berlainan dari bulan kemarin.
Pedagang juga menyalahkan kabar berita media yang membuat konsumen berpikir harga daging ayam turun.
"Saat ini Rp 35 ribu per kg. Malah di TV turun harga keramik lantai , yang asli naik," jelas Rino (42) pada Liputan6.com pada Senin (9/9/2019), di Pasar Grogol, Jakarta Barat.
Dia juga akui sering ditanyai konsumen setia yang menduga harga daging ayam turun.
Untuk sisi lain seperti filet dada di jual Rino seharga Rp 45 ribu per kg serta filet paha Rp 40 ribu per kg. Kulit serta ceker dia jual Rp 20 ribu ribu per kg, serta sayap seharga Rp 30 ribu per kg.
Kobir (42) ikut mengatakan harga masih normal di rata-rata Rp 35 ribu. Pedagang ayam ekoran ini diserang pertanyaan konsumen setia yang menduga harga daging ayam turun di pasar.
"Ayam masih begitu jualnya, tidak ada pergantian. Itu di Jawa (yang turun), sebab berita di TV ayam turun ditanyain konsumen setia, beberapa harga tv led orang taunya ayam murah," tegas Kobir. Rino serta Kobir juga yang ambil daging dari agen, bukan langsung peternak.
Bustomi (45) menyanggah ada penurunan harga serta jatuhnya harga ayam di peternak tidak merubah harga di pasar tradisionil. "Di TV ngomong doang, harga tetep," katanya.
Pedagang lain, Acong (38), jual daging ayam di rata-rata Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu per kg. Dia juga pastikan harga ayam masih konstan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar